Senin, 12 Maret 2012

PRINSIP-PRINSIP UTAMA SYARI’AH (Mabda’al-syari’ah)

PRINSIP-PRINSIP UTAMA SYARI’AH (Mabda’al-syari’ah)
prinsip-prinsip utama syariat antara lain adalah: A.Keadilan (al-‘adalah) B. Persamaan (al-musawa) C. Musyawarah (al-musyawarah) 1. Prinsip keadilan Secara bahasa, keadilan adalah sinonim dengan mizan yang berarti keseimbangan atau moderasi. Dalam Al-Qur’an, lafazh al-mizan yang berarti keadilan dijumpai dalam surah al-Syura(42): 17 dan surah al-Hadid (57) :25. Sarakhsi mengatakan bahwa memberikan keadilan merupakan langkah taqwa yang paling mulia. Murtadla Muthahari, sebagaimana dikutip oleh Nurcholis Madjid, menjelaskan bahwa pengertian pokok keadilan adalah sebagai berikut : 1. Pertimbangan atau keadaan seimbang (mauzun). Dalam makna ini keadilan antonim dengan kekacauan atau ketidak adilan (al-tanasub). 2. Persamaan (musawah) ketidak adaan diskriminasi dalam bentuk apapun. 3. Penunaian hak sesuai dengan kewajaban yang di emban. 4. Keadilan Allah yaitu kemurahan-Nya dalam melimpahkan rahmat kepada seseorang sesuai dengan tingkat kesedihan yang dimilikinya. Di dalam al-Qur’an, karena pentingnya kedudukan dan fungsi kata adil, keadilan keadilan disebut lebih dari 1000 kali, terbanyak setelah Allah dan ilmupengetahuan. Banyak ayat-ayat yang menyuruh manusia berlaku adil dan menegakkan keadilan. Allah memerintahkan para Rosul-Nya untuk melakukan tiga perintah yang dituujukan untuk menegakkan keadilan dan menunjukan kepada seluruh umat manusia agar menuju jalan penunjuk keselamatan. Firman Allah dalam Surat al-Hadid (57) ayat 25,: yang artinya : “Sesungguhnya Kami telah mengutus rosul-rosul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata. Dan telah Kami turunkan bersama mereka al-Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan itu”. Ada tiga hal yang disebutkan dalam kandungan ayat di atas. Tiga hal yang dimaksudkan adalah al-Kitab, timbangan dan kekuasaan. Allah memerintahkan kepada setiap orang agar berlaku adil dan siap saja yang melanggar perintah ini akan menghadapi sanksi hukuman-hukuman yang mengerikan. 2. Prinsip persamaan (al-Musawah). Prinsip ini mempunyai landasan yang kuat di dalam Al-qur’an dan sunnah Nabi, prinsip ini ditekankan oleh Islam, yang dibuktikan dengan menentang penindasan dan perbudakan atas manusia.Prinsip persamaan dan keadilan yang memperlakukan semua manusia sama di hadapan Allah, dan di hadapkan hukum dan pemerintahan. Tidak ada deskriminasi karena perbedaan bangsa, suku bangsa, jenis kelamin, agama dan kepercayaan adat istiadat dan sebagainya sebagaimana tersebut dalam Surat al-Hujarat ayat 13, yang artinya : “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seseorang laki-laki dan seseorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku bangsa supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu”. Islam menyamakan antara umat Islam sesama umat Islam dan antara mereka dengan umat yang lain yang mempunyai dzimmah. Nabi saw bersabda, yang artinya : “Tak ada keutamaan-keutamaan orang Arab dengan orang Ajam tak ada keutamaan bagi orang Ajam atas orang Arab melainkan dengan taqwa”. 3. Prinsip Musyawarah. Prinsip musyawarah merupakan salah satu prisip hukum Islam yang penting, para ulama dapat mencapai kesepakatan mengetahui hukum suatu masalah, yang disebut (ijma’bayani) dan ijma’ itu merupakan salah satu sumber ilmu hukum islam yang penting. Musyawarah, merupakan salah satu sifat yang hendaknya ditanamkan pada diri sesiap orang yang beriman. Di dalam surat Ali lmran ayat 159 Allah berfirman, yang artinya : “Maka disebabkan rahmat dari Allah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkan lah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaralah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad mengadakan persetujuan, maka bertaqwalah kepada Allah”. Pentingnya mengadakan musyawarah itu didasarkan atas tiga alasan. Pertama, jelas tidak wajar memutuskan sendiri perkara yang menyangkut kepentingan dua orang atau lebih. Dalam masalah kelompok, tidak seorangpun berhak untuk memaksakan kehendaknya sendiri demi kepentingan sendiri. Kedua, ada manusia yang berusaha untuk bertindak sebagai penguasa yang sewenang-wenang. Di pandang dari sudut etika, sikap sewenang-wenang ini di anggap sifat buruk dan tercela. Ketiga, merupakan tanggung jawab yang besar untuk mengambil keputusan atas perkara yang berkenan dengan kepentingan orang lain. syifaturrahmah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar